Refleksi Penerapan Pembelajaran yang Berpusat pada Murid


 


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Pada kesempatan kali ini ijinkan saya untuk merefleksikan materi yang sudah saya pelajari di Modul 2.1 Pembelajaran yang Berpihak pada Murid atau dikenal sebagai Pembelajaran Terdiferensiasi. Untuk kali ini saya akan mencoba melakukan refleksi dengan meodel 4F (Fact, Feelings, Findings, Future) yang dikembangkan oleh Dr Roger Greenaway. 

Pemahaman awal saya mengenai pembelajaran diferensiasi merupakan sebuah metode pembelajaran yang menjadi karakteristik kurikulum merdeka, sehingga metode ini perlu diterapkan dalam rancangan pelaksanaan pembelajaran.  Sebelumnya dalam pembelajaran saya fokus pada pengembangan keterampilan dan sikap siswa, dalam hal ini adalah penerapan 4C (critical thinking, colaboration, comunication dan creativity).  Akan tetapi, pembelajaran yang saya rancang  sebelumnya  harus diakui belum sepenuhnya bisa  memenuhi kebutuhan belajar murid yang tentu saja memiliki karakteristik yang beragam. Hal ini teramati hanya beberapa murid yang termotivasi aktif mengikuti pembelajaran dan hasil belajar yang belum merata. Setelah mempelajari lebih jauh tentang Pembelajaran Diferensiasi dalam modul 2.1, saya paham bahwa pembelajaran perlu dirancang untuk memenuhi kebutuhan siswa yang beragam, salah satu nya dengan menerapkan diferensiasi dalam pembelajaran.  Pembelajaran pada modul 2.1 ini teleh membuka pemahaman saya tentang pembelajaran terdiferensiasi. Lebih jauh saya menjadi paham bahwa dalam pembelajaran di kelas tidak hanya sekedar metode yang harus tepat diterapkan.  Akan tetapi, ada serangkaian prinsip yang harus diyakini oleh guru dalam pembelajaran untuk memfasilitasi keragaman karakteristik murid di kelas yang dikenal sebagai pembelajaran diferensaisi. 



Pembelajaran berdiferensiasi akan memungkinkan guru memaksimalkan potensi peserta didik dengan meminimalisir kesenjangan belajar melalui proses identifikasi kebutuhan belajar murid yang tepat. Lewat pembelajaran berdiferensiasi, tidak hanya murid berkembang potensinya secara maksimal, namun proses pembelajaran juga akan lebih memberikan banyak ruang bagi murid untuk membuat dan menentukan pilihan dan memberikan suara, sehingga proses belajar akan menjadi lebih menyenangkan.

Tentu saja dalam penerapan pembelajaran diferensiasi ini sebagai pendidik menemukan kendala-kendala. Pemahaman awal guru beranggapan penerapan pembelajaran diferensiasi hanya sebatas pada pengelompokkan murid berdasarkan gaya belajar saja, sehingga pada beberapa mata pelajaran guru, seperti PJOK beranggapan bahwa pengelompokan murid dengan gaya belajar ini tidak relevan dengan pembelajaran PJOK yang banyak melakukan aktivitas di luar kelas. Padahal kembali lagi pada pemahaman bahwa pembelajaran diferensiasi merupakan serangkaian prinsip yang dilakukan guru dalam pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan murid yang bergam tadi tidak hanya terbatas pada gaya belajar, misalnya kondisi psiko emosional murid, bakat, minat dlsb.  Selain itu tantangan yang dihadapi guru dalam membiasakan dan menerapkan pembelajaran terdiferensiasi di kelas adalah guru perlu mempersiapkan pembelajaran dengan matang,  tidak bisa dilakukan spontan di kelas, sehingga tentu membutuhkan waktu bagi guru untuk melakukan analisis kebutuhan belajar murid. Bahan, media pembelajaran, dan asesmen penilaian juga perlu dipikirkan.Guru juga perlu memperkaya referensi metode pembelajarn yang bervariasi. 

Adapun hal baru yang saya temukan saat mempelajari modul pembelajaran diferensiasi ini adalah membuka pikiran saya bahwa pembelajaran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan belajar haruslah dipersiapkan dengan sebaik mungkin. Dari konten pembelajaran yang dirancang sedemikian untuk memfasilitasi keragaman murid. Kemudian proses yang juga perlu dipikirkan oleh guru bagaimana menerapkan metode, model pembelajaran yang tepat.  Guru juga perlu memikirkan asesmen yang ternyata juga perlu disepakati bersama dengan murid agar penugasan atau produk yang diharapkan oleh guru bisa dikerjakan oleh siswa sesuai dengan rubrik penilaian yang disepakati. 

Dengan demikian, kedepan nya proses pembelajaran di kelas dapat dirancang oleh guru menjadi pembelajaran yang bermakna, menyenangkan dan murid menikmati pembelajaran tanpa ada tekanan untuk memenuhi keinginan guru. Kebutuhan nya sebagai seorang pelajar dapat terpenuhi dan tentu saja menghasilkam kompetensi yang berguna bagi murid ketika kembali ke lingkungan mereka masing-masing.

Share:

Refleksi Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik

 Assalamualaikum wr wb. Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba merefleksikan pembelajaran yang sudah saya lakukan pada modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik. Saya menggunakan model refleksi 4F yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. 

Ada beberapa hal yang saya jalani pada saat pembelajaran modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik. Materi Coaching ini merupakan sebuah pembaruan bagi saya sebagai seorang pendidik sebagai bekal kompetensi saya dalam melakukan pendekatan untuk mengeksplorasi permasalahan-permasalahn yang dialami oleh baik rekan guru maupun peserta didik yang tentu saja dalam proses pembelajaran di kelas tidak terlepas dari masalah. Nah, suatu hal yang saya temukan dalam mempelajari coaching adalah setiap permasalahan yang dialami sebenarnya sudah ada dalam benak pikiran kita solusi untuk meyelesaikannya, namun solusi itu tidak keluar dari cakrawala berpikir kita karena tidak ada seoarang yang dapat menuntun penyelesaian yang sudah ada tadi. Di sinilah sebenarnya pendekatan coaching menjadi sangat bermakna karena peran seorang coach adalah menuntun coachee untuk mengeluarkan kemampuan terbaik pada diri coachee, sehingga dalam hal ini coachee mampu menemukan solusi dari permsalahan nya sendiri. Pada pembelajaran kali ini juga CGP berkesempatan untuk berlatih melakukan tahapan coaching dengan alur tirta yang tentu saja membantu CGP untuk memahami sepenuhnya tahapan dalam coaching. Dalam melaksanakan aksi nyata, CGP berpedoman pada 3 (tiga) tahapan dalam supevisi akademik, yaitu tahap pra observasi, tahap observasi dan tahap pasca observasi.  Pada tahapan pra observasi, telah membantu guru yang disupervisi untuk fokus pada   area pengembangan yang ingin dikembangkan dan guru diajak untuk merefleksikan proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan pada tahapan pasca observasi. Dengan demikian, supervisi akademik ini lebih terarah dan ada hasil yang sama-sama ingin dicapai oleh supervisor dan guru yang disupervisi. 

Setelah melaksanakan rangkaian pembelajaran tentang supervisi akademik ini, saya merasa mendapat informasi baru mengenai proses coaching yang tentu akan membantu saya untuk mengekplorasi pemasalahan-permasalahan yang dialami oleh peserta didik dan mungkin rekan guru yang membutuhkan solusi dalam proses pembelajaran di sekolah. Saya juga merasa tertarik untuk segera menerapkannya di sekolah. 

Pelajaran yang dapat saya peroleh dari dalam melakukan coaching dengan rekan CGP, ada beberapa bagian dalam kemampuan bertanya saya yang perlu ditingkatkan karena ini menjadi point penting dalam mendalami permasalahan yang dialami oleh coache. Suasana santai untuk memahami permasalahan yang dialami perlu dibangun dengann baik agar alur TIRTA dalam coaching dapat terlaksana dan pada akhirnya mampu menuntun coache menemukan solusi. 

Dengan berlatih kita menjadi belajar sesuatu yang baru yang akan diterapkan di sekolah. Dengan sering mengaplikasikan dalam pembelajran di sekolah tentu saja kemampuan diri dalam melakukan coaching akan semakin baik. Kedepan nya pola coaching dan tahapan dalam supervisi akademik ini perlu dibagikan pada pihak yang berkepentingan agar supervisi akademik jadi fokus pada area tertentu saja untuk dikembangkan, sehingga ada upaya guru untuk melihat kelemahan nya dalam mengajar di kelas dan memperbaiki nya agar kualitas pembelajaran menjadi lebih baik. 


Video 1. Contoh Penerapan Coaching dengan Alur TIRTA


                                        Video 2. Aksi nyata Coaching untuk Supervisi Akademik 


Share:

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK


 

Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba menghubungkan materi pada modul 2.3 mengenai coaching untuk supervisi akademik. Ada 2 pertanyaan refleksi yang akan saya jawab untuk menghubungkan materi pada modul 2.3 terkait Coaching untuk Supervisi Akademik. 

Supervisi akademik sebenarnya merupakan agenda setiap semester, guru mendapatkan observasi dari pengawas, kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bagian kurikulum. Tujuan dari supervisi akademik ini salah satunya adalah untuk menjamin kualitas pembelajaran di kelas sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan oleh sekolah. Sebagai seorang pendidik saya tentu saja sudah beberapa kali mendapatkan supervisi akademik. Ada beberapa catatan yang biasanya saya alami ketika disupervisi, diantaranya adalah ketegangan di awal pembelajaran karena siswa dalam hal ini juga merasa diawasi/ diobservasi oleh supervisor, fokus pengembangan seringkali tidak dijelaskan di awal, sehingga sebagai pendidik dalam pembelajran tidak tahu bagian mana yang ingin dikembangkan. Hal ini berkaitan dengan perubahan pembelajaran yang diharapkan oleh guru nantinya ketika melaksanakan pembelajaran di pertemuan selanjutnya.  

Setelah mempelajari modul 2.3 terkait Coaching untuk Supervisi Akademik, saya melihat ada pendekatan lain dalam melaksanakan supervisi akademik, yang mana sebelum observasi terlebih dahulu diawali dengan tahapan pra observasi dan setelah observasi ada pasca observasi yang menjadi bagian untuk guru merefleksikan pembelajaran yang diterapkan di kelas. Dengan adanya, tahapan pra observasi ini membuat coachee, dalam hal ini guru yang diobservasi menjadi dapat melakukan persiapan terlebih dahulu. Dengan percakapan coaching pada tahapan pra observasi, coach dan coache dapat menentukan area pengembangan yang menjadi fokus utama dalam observasi di kelas. Hal ini tentu berdampak pada kondisi/suasana belajar karena dengan persiapan ini akan mengurangi ketegangan dikelas, yang selama ini dirasakan siswa dan guru merasa diawasi proses pembelajrannya. Setelah observasi, coach menuntun coache untuk merefleksikan pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Pada bagian ini, kendala dan hambatan dibahas bersama, dan menjadi catatan perbaikan di pembelajran berikutnya. Lalu, bagaimana peran Saya sebagi seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan pembelajaran diferensiasi dan pembelajran sosial dan emosi? 

Di modul 2.3 ini CGP juga dilatih untuk melakukan coaching dengan sesama CGP dengan menggunakan alur TIRTA. Pertanyaan-pertanyaan yang sistematis untuk menggali kekuatan-kekuatan pada coache agar dapat menuntun coache menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapinya. Dengan kata lain, ada kolaborasi antar warga sekolah untuk mewujudkan pembelajaran sosial emosi, dalam hal pengelolaan diri dan keterampilan berelasi. 

Berikut adalah video pelaksanaan coaching yang dilakukan oleh CGP 






Share:

MULAI DARI DIRI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

 Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh. 

Salam Guru Penggerak.

Pada kesempatan kali ini saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan reflektif terkait supervisi akademik dan pengembangan kompetensi diri Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik. 

Selama menjadi guru pertama kali saya diobservasi dan supervisi oleh Kepala Sekolah ketika saya melaksanakan Program Induksi Guru Pemula (PIGP) di sekolah tempat saya bertugas. Perasaan saya ketika diobservasi, saya merasa ada ketegangan, nearvous, kaku, sehingga ada beberapa bagian skenario pembelajaran yang terlewatkan. 

Sebelum dilaksanakan observasi sudah diberitahukan terlebih dahulu oleh kepala sekolah, karena memang sebagai guru pemula perlu dilakukan supervisi oleh kepala sekolah untuk meningkatkan dan memonitor kualitas pembelajaran di kelas. Jadi pada saat itu, saya mempersiapkan perangkat pembelajaran yang diperlukan dan mematangkan langkah-langkah pembelajaran yang akan saya lakukan di kelas. Pada saat pelaksanaannya, sebagai guru yang belum terbiasa di-observasi merasa diawasi jadi proses pembelajaran sejauh yang saya rasakan menjadi kurang maksimal apalagi dalam hal ini yang mengawasi adalah kepala sekolah selaku pimpinan, namun di sini saya berusaha memberikan yang terbaik. Situasi murid pun menjadi ikut tegang tidak seperti biasanya, karena mungkin di sini murid juga merasa diawasi oleh kepala sekolah walaupun di awal sudah diberitahu tentang supervisi ini. Pasca kegiatan supervisi kepala sekolah kemudian me-review tentang proses pembelajaran di kelas yang sudah diobservasi, memberikan masukan dan saran kepada saya sebagai catatan untuk diperbaiki dan perlu dikembangkan dalam proses mengajar yang saya lakukan. 

Supervisi akademik yang ideal terjadwal secara rutin minimal untuk guru dalam setahun 2 kali diobservasi untuk menjaga dan mengontrol kualitas pembelajaran di sekolah. Sebelum supervisi seharusnya ada pendahuluan singkat dari observer kepada murid agar murid paham dan suasana belajar di kelas tetap terjaga seperti apa adanya. Dengan adanya supervisi akademik yang dilakukan secara rutin tiap semester maka guru pun akan mendapatkan masukan guna perbaikan untuk meningkatkan proses pembelajaran di kelas berjalan dengan baik. Jika saat ini saya sebagai kepala sekolah mungkin posisi saya saat ini ada skala 5, saya sudah melakukan supervisi, namun langkah-langkah supervisi yang baik belum saya terapkan. 

Harapan saya setelah mempelajari modul 2.3 ini adalah saya memahami konsep dari supervisi, tujuan dari supervisi, langkah-langkah melakukan supervisi dan supervisi yang ideal serta pelaksanaan nya supervisi di kelas. Dalam modul ini harapan saya ada kegiatan demonstrasi pelaksanaan supervisi yang ideal dalam bentuk video, materi yang disajikan tentang coaching, supervisi, langkah-langkah coaching dan supervisi akademik. Kemudian manfaat yang saya harapkan dari mempelajari modul ini, diantaranya adalah 

  1.  membantu saya untuk menuntun dan melatih murid sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh murid
  2. menambah pengetahuan baru tentang coaching dalam pembelajaran di kelas dan supervisi akademik 



Share:

Koneksi Antar Materi Modul 2.2

 Sebelum mempelajari modul ini, saya berpikir bahwa pembelajaran sosial emosional itu merupakan bagian dari Bimbingan Konseling (BK) dan dalam RPP yang saya buat dalam pembelajaran hanya mengintegrasikan Penguatan Pendidikan Karakter atau Dimensi Profil Pelajar Pancasila saja sehingga belum terlintas bahwa Integrasi KSE penting dalam membentuk karakter murid. 

Setelah mempelajari modul ini, dalam pembelajaran integrasi KSE penting dalam menuntun karakter murid dalam mengikuti pembelajaran, sebagai contoh penerapan kesadaran diri. Murid dilatih untuk memiliki pola pikir tumbuh, yang percaya dengan kecerdasan itu bisa berkembang melalui usaha yang tekun. Kemudian, murid diajarkan untuk mampu mengelola emosi, menunjukkan disiplin dan memiliki motivasi secara internal. Murid juga diajarkan untuk memiliki rasa empati antar sesama dlsb. Penanaman karakter2 ini menjadi bekal yang berharga bagi murid ketika mereka nanti berada dilingkungan masyarakat karena dengan memiliki Kompetensi Sosial Emosional ini memiliki kontrol diri yang baik dan peka terhadap perubahan-perubahan yang ada di lingkungannya. 

Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being),  3 hal mendasar dan penting yang saya pelajari adalah: Kompetensi Sosial emosional, Penerapan Pembelajaran KSE di kelas dan sekolah, dan Mindfullnes

Perubahan yang akan saya terapkan di  kelas dan sekolah, diantaranya adalah

  1. bagi murid-murid: mengintegrasikan KSE dalam Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran sehingga dalam pembelajaran dapat melatih KSE pada murid
  2. bagi rekan sejawat: Menginisiasi Penerapan KSE dalam menyusun RPP yang terintegrasi KSE dalam pembelajaran di kelas, mengusulkan pada kegiatan IHT sekolah menyusun RPP yang terintegrasi KSE


Berikut adalah contoh RPP KSE yang sudah saya kembangkan : 
Share:

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.1. PEMBELAJARAN YANG BERPIHAK PADA MURID

 Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Pada kesempatan kali ini ijinkan saya untuk me-review dan mengkoneksikan materi yang sudah saya pelajari dan sejauh yang saya pahami di Modul 2.1 Pembelajaran yang Berpihak pada Murid atau dikenal sebagai Pembelajaran Terdiferensiasi. Baiklah, sebagai permulaan saya akan mencoba untuk mengulas pembelajaran yang saya lakukaan di kelas sebelum mempelajari Modul 2.1

Awalnya di kelas pemahaman saya tentang memenuhi kebutuhan belajar siswa adalah dengan merancang pembelajaran yang menerapkan pembelajaran abad 21 yang sesuai dengan mata pelajaran yang saya ampu dan berpusat pada murid. Dalam merancang pembelajaran saya sudah menerapkan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif, misalnya dengan menggunakan model pembelajaran abad 21 seperti Discovery learning, Problem Based Learning, Projek Based Learning, dan lain sebagainya. Tentu saja dalam rancangan pembeljaran yang saya buat sudah menyisipan kecakapan abad 21 yang harus dimiliki murid yang tertuang dalam 4C (creativity (kreativitas), critical thinking (berpikir kritis), collaboration (kolaborasi), dan communication (komunikasi). Selain itu, dengan pendekatan kontekstual  atau dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari serta mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran sejauh yang saya amati murid memang terlihat menikmati pelajaran . Akan tetapi, pembelajaran yang saya lakukan sebelumnya  harus diakui belum bisa  memenuhi kebutuhan belajar murid yang tentu saja memiliki karakteristik yang beragam. Hal ini teramati hanya beberapa murid yang termotivasi aktif mengikuti pembelajaran dan hasil belajar yang belum merata. Setelah mempelajari lebih jauh tentang Pembelajaran Diferensiasi dalam modul 2.1, saya paham bahwa pembelajaran perlu dirancang untuk memenuhi kebutuhan siswa yang beragam, salah satu nya dengan menerapkan diferensiasi dalam pembelajaran.  Rancangan pembelajaran yang sudah menerapkan metode pembelajaran abad 21 tentu saja sudah baik diterapkan, namun saya yakin dengan menyisipkan diferensiasi dalam pembelajaran ini akan melengkapi dan akan memenuhi kebutuhan murid dalam belajar. 

Pembelajaran berdiferensiasi akan memungkinkan guru memaksimalkan potensi peserta didik dengan meminimalisir kesenjangan belajar melalui proses identifikasi kebutuhan belajar murid yang tepat. Lewat pembelajaran berdiferensiasi, tidak hanya murid berkembang potensinya secara maksimal, namun proses pembelajaran juga akan lebih memberikan banyak ruang bagi murid untuk membuat dan menentukan pilihan dan memberikan suara, sehingga proses belajar akan menjadi lebih menyenangkan.

Dalam mengimplementasikan pembelajran diferensiasi, saya sudah mencoba untuk melakukan diagnosis awal murid untuk mengetahui sejauh mana pemahaman kognitif murid sebelum masuk ke materi pelajaran serta untuk mengetahui di level mana pemahaman dasar murid tentang materi pelajaran yang akan saya sampaikan. Selain itu, selanjutnya saya juga sudah mencoba untuk melakukan pengelompokkan murid berdasarkan gaya belajar dengan menggunakan instrumen tes. Dengan mengetahui level pemahaman murid dan gaya belajar murid, saya kemudian dapat mempersiapkan pembelajran yang sesuai dan memenuhi kebutuhan belajar mereka sesuai dengan level kemampuan dan gaya belajar murid di kelas. Dengan demikian, dalam menerapkan pembelajaran diferensiasi guru perlu melakukan persiapan yang matang untuk merancang pembelajaran, dalam hal menyiapkan bahan/materi, proses belajar yang bervariasi, penilaian yang sesuai dengan minat dan kemampuan dari murid. 

Banyak tantangan dalam membiasakan dan menerapkan pembelajaran terdiferensiasi di kelas. Salah satunya adalah guru perlu mempersiapkan pembelajaran dengan matang,  tidak bisa dilakukan spontan di kelas, sehingga tentu membutuhkan waktu bagi guru untuk melakukan analisis kebutuhan belajar murid. Bahan, media pembelajaran, dan asesmen penilaian juga perlu dipikirkan.Guru juga perlu memperkaya referensi metode pembelajarn yang bervariasi. 

Dari refleksi diri terkait penerapan pembelajaran diferensiasi, dapat saya tarik kesimpulan bahwa Pembelajaran Diferensiasi adalah pembelajaran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan murid yang beragam. Kebutuhan murid yang bergam dapat dipenuhi melalui serangkaian keputusan, diantaranya : mendefinisikan tujuan pembelajaran yang jelas, merspon kebutuhan belajar murid, lingkungan belajar yang mengundang murid untuk belajar, manajemen kelas yang efektif dan penilaian yang berkelanjutan.  Berikut ini adalah contoh rancangan pembelajran yang sudah saya buat dalam bentuk modul ajar pada mata pelajaran IPA-Biologi, Fase E Kelas X materi Virus. 

 



Share:

PROGRAM GURU PENGGERAK ANGKATAN 9 : KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4 BUDAYA POSTIF


Assalamualaikum wr wb. Ijinkan saya untuk melakukan refleksi terhadap materi budaya positif yang merupakan bagian dari modul 1.4 pada program guru penggerak angkatan 9 yang sedang saya ikuti. Ada beberapa sub materi yang dipelajari pada modul ini diantaranya adalah disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas dan segitiga restitusi. 

Setelah mempelajari modul 1.4 ada beberapa catatan yang saya ambil dan dapat diterapkan di sekolah. Budaya positif menjadi penting untuk diterapkan di sekolah, karena menciptakan lingkungan belajar yang positif akan berdampak pada iklim belajar yang dibangun di dalam kelas. Iklim belajar yang positif yang terjalin baik antara guru dengan murid dan murid dengan murid berpengaruh terhadap motivasi belajar dari murid.   Dalam penerapan budaya postitif di sekolah, perlu ditinjau kembali dalam aturan sekolah apakah penerapan disiplin positif ini sudah efektif dan berdampak positif pada murid? Apakah penegakan aturan sekolah itu sudah membangkitkan motivasi yang datang dari dalam diri murid itu sendiri? Pertanyaan-pertanyaan tadi hanya bisa dijawab apabila seluruh warga sekolah memahami tujuan dari disiplin. Dalam disiplin positif bertujuan untuk menumbuhkan motivasi internal pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.  Ketika murid-murid memiliki motivasi diri secara internal akan berdampak jangka panjang dan mereka tidak akan terpengaruh dengan penghargaan/hukuman. 

Ada tiga posisi kontrol sebagi seorang guru, yaitu penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manager. Sebelum mempelajari modul ini, posisi kontrol yang sering saya lakukan adalah sebagai teman dan pemantau. Posisi kontrol yang baik sebagai seorang guru yaitu posisi sebagai manager. Dalam posisi kontrol guru sebagai seorang manager, guru dapat menerapkan segitiga restitusi dalam menangani pelanggaran yang dilakukan oleh murid. Restitusi sendiri merupakan suatu pendekatan untuk menciptakan disiplin positif. Restitusi bertujuan untuk menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Langkah-langkah penerapan segitiga restitusi diantaranya : 

  1. menstabilkan identitas 
  2. memvalidasi tindakan yang salah 
  3. menanyakan keyakinan 
Tahapan-tahapan dalam segitiga restitusi ini sudah saya praktikkan dalam penanganan siswa yang melakukan pelanggaran kesepakatan kelas. Pendekatan penyelesaian masalah dengan restitusi ini terbukti mampu menyentuh murid, sehingga mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan tumbuh tanggung jawab dari dalam diri mereka, bukan karna mereka ingin menghindari hukuman dari guru.  



Salah satu upaya untuk mengubah pemahaman disiplin yang selama ini erat dikaitkan dengan pemberian hukuman, yaitu dengan menerapkan keyakinan kelas. Dalam keyakinan kelas, murid dilatih untuk percaya pada nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama.  Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya. Sejauh mana keyakinan kelas ini sudah diterapkan oleh guru di kelas, perlu dievaluasi lebih lanjut. Namun, saya yakin dengan pendekatan perubahan dengan menerapkan keyakinan kelas ini, akan mangubah cara pandang guru dalam menegakkan aturan sekolah yang masih dikaitkan dengan hukuman. Aturan/ tata tertib sekolah akan tetap menjadi payung hukum aturan di sekolah, dengan keyakinan kelas merupakan turunan dari tata tertib sekolah yang mengandung nilai-nilai kebajikan yang dipercaya oleh murid di kelas. 

Berikut adalah Rancangan Tindakan Aksi Nyata yang saya rancang dalam rangka Penerapan Penyusunan Keyakinan Kelas. 

Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata

Judul Modul       : Penerapan Penyusunan Keyakinan Kelas

Nama Peserta    : Arfi Kurniawan

 

LATAR BELAKANG

Salah upaya menanamkan disiplin positif di sekolah pada tingkatan kelas adalah dengan menerapkan keyakinan kelas. Penerapan keyakinan kelas ini merupakan pewujudan penegakan tata tertib di sekolah. Dengan adanya keyakinan kelas diyakini dapat menumbuhkan nilai-nilai kebajikan yang menjadi tujuan dari disiplin postiif. Nilai-nilai kebajikan yang tertanam dalam keyakinan kelas diharapkan mampu menumbuhkan motivasi internal pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Dengan demikian, penerapan penyusunan keyakinan kelas perlu dipraktikkan di kelas dalam rangka menumbuhkan motivasi internal dari murid di kelas.

TUJUAN

Dampak positif yang ingin dilihat :

  1. 1.       Terbentuknya keyakinan kelas yang memiliki nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama oleh guru dan murid
  2. 2.       Keyakinan kelas yang telah disepakati dibuat dalam bentuk poster yang ditempel di majalah dinding kelas.
  3. 3.       Dengan adanya keyakinan kelas, membantu guru apabila terjadi pelanggaran oleh murid dengan penanganan menggunakan tahapan pada segitiga restitusi
  4. 4.       Nilai-nilai kebajikan yang tertanam dalam keyakinan kelas dipercayai oleh semua murid dan mempengaruhi mereka untuk tumbuh menjadi seorang pelajar memiliki motivasi internal yang kuat.

TOLAK UKUR

  1. 1.       Timbulnya hubungan harmonis antara guru dan murid.
  2. 2.       Timbulnya pembelajaran yang menyenangkan dari disiplin positif.
  3. 3.       Murid bertanggung jawab menjalankan keyakinan kelas yang telah disepakati.

LINI MASA TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN

  1. 1.       Menghadap kepala sekolah untuk menjelaskan dan meminta izin melakukan aksi nyata serta memantau penerapan keyakinan kelas pada jam mata pelajaran yang saya ampu dan juga meminta waktu kepala sekolah untuk mengijinkan saya melakukan diseminasi penerapan keyainan kelas dengan target rekan guru di sekolah.
  2. 2.       Berkoordinasi dengan wakil kepala sekolah bidang sarana prasarana terkait penggunaan sarana dan prasarana serta alat dan bahan yang mungkin disediakan oleh sekolah.
  3. 3.       Mengumpulkan rekan guru untuk melakukan diseminasi pemanaman materi Penerapan Budaya Positif dan Keyakinan Kelas.
  4. 4.       Merefleksi dan mengevaluasai keyakinan kelas yang telah dibuat.

 

DUKUNGAN YANG DIBUTUHKAN

1.       Sarana dan prasarana sekolah : LCD Proyektor, laptop, jaringan internet yang memadai

2.       Alat dan bahan : kertas karton/ plano, sticky note, spidol


  

Share:

REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 2.2 NILAI DAN PERAN GURU PENGGERAK





Jurnal refleksi ini saya tulis setelah saya mengikuti dan mempelajari modul 1.2. Nilai dan Peran Guru Penggerak. Dalam menulis jurnal, saya menggunakan model 4F, yakni Fact (peristiwa), Feeling (perasaan), Findings (pembelajaran), Future (penerapan). Untuk memudahkan memahaminya, 4F tersebut saya terjemahkan dalam bahasa pertanyaan, yakni 1) apa yang saya alami; 2) apa yang saya rasakan; 3) apa yang saya dapatkan; dan 4) apa yang akan saya lakukan. Model Refleksi 4F yang dimaksud Fact ( Peristiwa), Feelings (Perasaan), Finding (Pembelajaran), Future (Penerapan), Facts (Peristiwa)

1.PERISTIWA ( FACT )

Beberapa hal yang saya pahami setelah mempelajari modul 1.2 ini diantaranya otak manusia memiliki kemampuan berpikir cepat dan berpikir lambat. Batang otak dan sistem limbik merupakan bagian otak yang bekerja untuk sistem otomasisasi yang tidak memerlukan banyak energi bahkan dapat mengkonversi energi sehingga dapat bekerja dengan cepat. Cara berpikir cepat berkaitan dengan refleks manusia untuk menghindar jika terjadi ancaman atau jalur aksi dan reaksi. Sedangkan berpikir lambat dikendalikan oleh otak luhur manusia dan otak mamalia yang digunakan untuk berpikir, kreatif, strategi yang merupakan kekuatan akan tetapi mengeluarkan banyak energi. Selama ini saya berpikir bahwa cara berpikir lambat itu lebih buruk daripada cara berpikir cepat, namun kenyataannya setelah mempelajari modul ini berpikir lambat bukan berarti buruk akan tetapi butuh pertimbangan untuk menganalisis kebenaran sesuatu. Berpikir cepat dan berpikir lambat sama-sama dibutuhkan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Manusia dapat berpikir cepat ketika dalam situasi yang mengharuskan berpikir cepat. Dalam modul ini juga saya memahami bahwa manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu bertahan hidup, kasih sayang, kekuasaan, kesenangan, dan kebebasan. Lima kebutuhan dasar menjadi fitrah nyata yang memang dibutuhkan manusia. Dari kelima kebutuhan dasar tersebut dapat membuat manusia tergerak, bergerak, dan menggerakan. Selain itu  dapat tergerak karena adanya motivasi instrinsik dari dalam diri yang kuat untuk melakukan perubahan dalam dirinya. Sebagai pendidik selain menumbuhkan motivasi instrinsik dari dalam diri untuk dirinya sendiri, harus juga menumbuhkan motivasi interinsik dari murid dengan fokus menyediakan suasana pembelajaran yang membangkitkan motivasi intrinsik murid. Calon guru penggerak melalui pendidikan guru penggerak diharapkan dapat membawa perubahan pada ekosistemnya untuk itu guru penggerak harus memilki nilai-nilai guru penggerak diantaranya berpusat pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif, dan inovatif. Nilai-nilai ini penting dimiliki oleh penggerak agar dapat menjalankan perannya menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, menggerakan komunitas praktisi, dan mewujudkan kepemimpinan murid.


Mengerjakan tugas di LMS terkait Mulai dari Diri & Eksplorasi konsep. Disini saya diarahkan untuk membuat trapesium usia yang  didalamnya saya menuliskan dua peristiwa penting yang pernah terjadi dalam hidup saya yang sangat membekas dalam pikiran saya baik peristiwa negatif maupun positif.


Dalam menuliskan peristiwa negatif, perasaan saya seperti sedang mengalami peristiwa negatif tersebut, malu dan kecewa masih sangat teringat di memori saya hingga saat ini.


untuk peristiwa positif yang pernah terjadi membuat saya bersemangat kembali untuk menceritakannya dan hal tersebut membuat saya mengingat kembali moment menyenangkan ketika duduk di sekolah dasar dan saya juga ikut melakukan metode tersebut di kelas saya.


2.PERASAAN / FEELINGS


Perasaan saya setelah mempelajari modul 1.2 ini masih sama dengan modul 1.1 yaitu sangat bahagia dan bersyukur. Mempelajari modul yang ada dalam pendidikan guru penggerak ini mengubah paradigma saya yang lama tentang pengajaran, pembelajaran, dan pendidikan. Mengikuti pendidikan guru penggerak ini banyak sekali ilmu yang saya dapatkan semoga saya dapat memaknai pengalaman yang saya dapatkan ini untuk merefleksi diri saya untuk terus meningkatkan kompetensi diri dan melakukan perbaikan-perbaikan untuk mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid demi terwujudnya merdeka belajar dan profil pelajar pancasila.


Selama dua minggu mempelajari modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak ini, berbagai macam perasaan yang saya rasakan, diantaranya perasaan termotivasi, tertantang, dan juga khawatir tidak dapat melaksanakan pendidikan ini dengan baik dan maksimal, bahkan merasa minder karena melihat teman-teman calon guru penggerak yang hebat-hebat. Di sisi lain, ada sederet tugas pokok sebagai pendidik yang harus diselesaikan bersamaan. Tentu semua terasa bercampur aduk serta tetap berusaha memanajemen waktu dengan baik dan tekad yang kuat untuk dapat menyelesaikan Program Guru Penggerak ini.

Berkolaborasi bersama rekan CGP adalah seperti mendapatkan pencerahan yang menyejukan, banyak hal yang mencerahkan pemikiran saya yaitu tentang bagaimana seharusnya kami bersikap sebagai guru penggerak dengan memahami nilai dan menjalankan peran guru penggerak.


3. PEMBELAJARAN /FINDINGS


Dari pembelajaran modul 1.2 ini, saya merasa ada kaitan antara modul 1.1 dan 1.2 yakni untuk mengimplementasikan pemikiran Ki Hajar Dewantara guna mewujudkan merdeka belajar dan profil pelajar pancasila, maka guru penggerak harus memiliki nilai-nilai guru penggerak, diantaranya berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif, dan inovatif. Dari perwujudan nilai-nilai tersebut, maka guru penggerak dapat menjadi agen perubahan pembelajaran. Akhirnya saya mampu untuk menerapkan nilai-nilai sebagai seorang guru penggerak. Nilai yang telah saya miliki diantaranya nilai berpusat pada murid, mandiri, dan kolaboratif. Nilai reflektif dan inovatif telah dimilki namun masih harus dikembangkan lagi untuk. Nilai berpusat pada murid yang saya laukan dan akan terus saya lakukan secara berkelanjutan diantaranya melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan, merencanakan pembelajaran dengan model dan metode pembelajaran yang variatif, membuat kesepakatan kelas bersama murid, melaksanakan pembelajaran dengan pengalaman langsung melalui kegiatan praktikum dan memanfaatkan alam sekitar, dan menjadi motivator bagi murid. Nilai mandiri yang sudah saya lakukan dan akan dilakukan secara berkelanjutan diantaranya mengikuti pelatihan-pelatihan, menjadi anggota komunitas praktisi, mengikuti webinar dan seminar, dan belajar mandiri melalui buku, jurnal, dan tutorial yang ada. Nilai reflektif yang telah saya lakuan dan akan terus dilakukan secara berkelanjutan diantaranya menarik kesimpulan dan merefleksi pembelajaran bersama murid, meminta rekan sejawat melihat dan memberikan saran terhadap pembelajaran yang saya lakukan dan melakukan evaluasi dan perbaikan dari hasil supervisi kepala sekolah. Nilai kolaboratif yang telah saya lakukan dan akan saya lakukan secara berkelanjutan berkolaborasi dengan murid dalam pembelajaran, berkolaborasi dengan rekan sejawat untuk menentukan metode dan strategi pembelajaran, berkolaborasi dengan kepala sekolah dan seluruh stake holder yang ada untuk merencanakan dan melaksanakan program sekolah. Terakhir nilai inovatif yang masih sangat sedikit saya lakukan dan akan terus saya tingkatkan ke depannya. Nilai inovatif yang telah saya lakukan adalah membuat media pembelajaran, membuat evaluasi penilaian dengan platform digital yang ada, dan membuat game atau permainan untuk mengingat materi yang telah dipelajari.


4. PENERAPAN / FUTURE

Berdasarkan nilai dan peran guru penggerak yang saya pelajari dalam modul ini, maka rencana yang akan segera saya lakukan ke depan sebagai berikut:

  • Membuat kesepakatan kelas
  • Menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik atau gaya belajar peserta didik
  • Menggunakan metode among dalam mendidik murid
  • Aktif melakukan pengembangan diri secara mandiri
  • Memanfaatkan teknologi digital untuk mendesain media pembelajaran yang menarik dan menyenangkan
  • Selalu melakukan refleksi baik dari diri sendiri, murid dan rekan sejawat selanjutnya
  • menindaklanjuti hasil refleksi tersbut untuk perbaikan pembelajaran selanjutnya
  • Aktif berkolaborasi dengan semua pihak (siswa, rekan sejawat, Orang tua siswa dan pihak lain di luar sekolah).


Share:

JURNAL REFLEKSI MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK

 

Assalamualaikum

Saya Arfi Kurniawan Calon Guru Penggerak Angkatan 9 Kepulauan Bangka Belitung. Pada kesempatan ini saya akan menulis mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan pada modul 1.3 tentang Visi Guru Penggerak. Jurnal ini sebagai refleksi diri setelah selama dua minggu ke-2 mengikuti kegiatan Pendidikan CGP yang kedepannya akan ditulis secara rutin selama dua mingguan sebagai tugas yang harus dikerjakan oleh calon guru penggerak.

 

Dalam menulis jurnal refleksi ini saya menggunakan  model 4F (Fact, Feeling, Findings, dan Future), yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni : Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan.

 

1. Fact (Peristiwa)

Pada modul 1.3 ini saya mulai mempelajari materi mengenai Visi Guru Penggerak diawali dengan pembelajaran secara mandiri (mulai dari diri dan eksplorasi konsep). Pada modul ini siswa diarahkan dapat merumuskan visinya sebagai guru penggerak yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila yang berpihak pada murid sesuai dengan filosofi pendidikan KHD.

Setelah melakukan pembelajaran mandiri dilanjutkan dengan Ruang Kolaborasi yang dilaksanakan secara tatap maya bersama fasilitator untuk membahas materi “Pernyataan Prakarsa Perubahan dan Langkah-langkah BAGJA” yang dilakukan dengan diskusi kelompok.

Bersama dengan kelompok saya merumuskan serta menyepakati Visi Guru Penggerak dilanjutkan dengan diskusi pembuatan kalimat pernyataan Prakarsa Perubahan Diri dengan menggunakan instrumen A-T-A-P (Aset, Tantangan, Aksi, Pelajaran/Perubahan) sebagai langkah-langkah pembuatannya. Setelah menemukan kesepakatan mengenai kalimat Prakarsa Perubahan, kami mulai menyusun tahapan pelaksanaannya menggunakan instrumen BAGJA yaitu Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana dan Atur eksekusi. Pada pertemuan ruang kolaborasi berikutnya kami mempresentasikan hasil dari diskusi kelompok kami dan mendapatkan kritik, saran, dan masukan dari rekan CGP juga dari fasilitator.

Kegiatan selanjutnya saya mengikuti lokaraya 1 dengan tema diskusi Komunitas Praktisi, Mengidentifikasi Komunikasi Praktisi dan Menganalisa Pemetaan Komunitas Praktisi, serta Memahami Peran Guru Penggerak dalam menggerakkan Komunitas Praktisi, Melihat Potensi Komunitas Praktisi bersama para pengajar praktik. Dilanjutkan kegiatan penugasan Demonstrasi Kontekstual.

Setelah penugasan demonstrasi kontekstual, saya mengikuti Elaborasi Pemahaman bersama dengan instruktur sebagai penguatan materi modul 1.3 ini. Disini kita telah belajar antara lain menentukan kalimat visi yang sesuai profil pelajar Pancasila, menentukan prakarsa perubahan yang menantang,bermakna,kontekstual dan relevan, memahami bahwa prakarsa perubahan adalah bagian dari visi yang akan dicapai , membuat tahapan BAGJA untuk rencana perubahan di tempat dimana kita berkarya menggunakan paradigma dan pendekatan inkuiri apresiatif dan menjalankan semua rencana perubahan tersebut di tempat kita berkarya. Dilanjut dengan penugasan Koneksi Antar materi.

 

2. Perasaan (Feeling)

Perasaan saya selama mempelajari modul 1.3 tentang visi Guru Penggerak ini adalah senang dan semakin termotivasi untuk semangat dalam menjalankan pendidikan guru penggerak. Selain itu saya juga bersemangat dalam menerapkan dan menjalankan visi dan menjalankan rencana perubahan yang sudah saya rumuskan. Semangat dan motivasi saya ini akan membuat aura positif dalam menjalankan prakarsa perubahan saya sehingga visi saya akan terwujud. Banyak hal baru yang saya pelajari dalam materi modul 1.3 untuk membuat  visi gambaran untuk mewujudkan murid  yang berkarakter baik dimasa mendatang.

3. Pembelajaran (Findings)

Dalam menyusun sebuah Visi yang akan memberikan perubahan positif harus berlandaskan paradigma Inkuiri Apresiatif (IA). Setelah menemukan kesepakatan mengenai visi dilanjutkan dengan merumuskan kalimat-kalimat Prakarsa Perubahan dengan menggunakan instrumen A-T-A-P (Aset, Tantangan, Aksi, Pelajaran/Perubahan).

Setelah menyusun kalimat-kalimat pernyataan prakarsa perubahan, dilanjutkan dengan menyusun tahapan pelaksanaan kalimat-kalimat tersebut menggunakan instrumen BAGJA. Tahapan BAGJA merupakan model manajemen perubahan yang merupakan akronim dari Buat pertanyaan utama,Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana dan Atur eksekusi sebagai terjemahan bebas yang diadopsi dari model 5D sebagai bagian dari inkuiri apresiatif (Define, Discover, Dream, Design, Deliver).

Disini saya belajar melalui paradigma Inkuiri Apresiatif (IA) dalam melakukan dan meningkatkan perubahan positif di sebuah komunitas atau sekolah, kita hanya berfokus pada aset/kekuatan yang dimiliki dan mengabaikan kelemahan. Dengan berfokuskan pada aset/kekuatan maka kelemahan tersebut akan tertutup dan terselesaikan dengan sendirinya.

4. Penerapan (Future)

Setelah mempelajari modul 1.3 ini yaitu tentang visi guru penggerak maka saya akan berusaha menerapkan dan mewujudkan visi yaitu “Mewujudkan siswa yang berkarakter Profil Pelajar Pancasila di era globalisasi”. Kalimat prakarsa perubahan yang saya rumuskan yaitu “Meningkatkan kreativitas siswa dalam pembelajaran teknologi musik dengan metode berbasis proyek yang sesuai dengan minat dan bakat”.

Visi dan kalimat prakarsa perubahan ini saya implementasikan dalam aksi nyata saya. Saya melakukan aksi nyata dengan 2 kegiatan, kegiatan pertama adalah desiminasi perumusan visi dengan paradigma IA pada saat rapat kerja tahunan bersama seluruh jajaran guru dan tenaga kependidikan di sekolah. Dan kegiatan yang kedua adalah implementasi prakarsa perubahan dalam proses pembelajaran teknologi musik di kelas.

 


Share:

Jurnal Refleksi Modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional KHD





Assalamualaikum, saya Arfi Kurniawan Calon Guru Penggerak Angkatan 9 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pada kesempatan ini saya akan menulis mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan pada modul 1.1 tentang Filosofi Pendidikan Nasional KHD. Jurnal ini sebagai refleksi diri setelah selama dua minggu ke-2 mengikuti kegiatan Pendidikan CGP yang kedepannya akan ditulis secara rutin selama dua mingguan sebagai tugas yang harus dikerjakan oleh calon guru penggerak.

Dalam menulis jurnal refleksi ini saya menggunakan model 1 yaitu model 4F (Fact, Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni : Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan.

  1. Fact (Peristiwa)

Mulai dari mempelajari modul 1.1. tentang Mulai Dari Diri dan Eksplorasi Konsep di forum diskusi yang dipimpin dan dipandu oleh fasilitator, dari kegiatan Mulai dari diri dan Eksplorasi konsep ini kami mengetahui dan mulai memahami tentang pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan dan Pengajaran, kami diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan sesama teman Calon Guru Penggerak.

Dua pekan sudah saya menambah wawasan, mengasah kemampuan melalui LMS tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara. Adapun serangkaian kegiatan yang dipelajari dalam LMS, adalah mulai dari diri , eksplorasi konsep , Ruang kolaborasi, demonstrasi kontekstual, elaborasi pemahaman yang disampaikan oleh instruktur yang diadakan melalui Google Meet tentang pemahaman secara mendalam konsep dasar pemikiran Filosofis Ki Hajar Dewantara dan relevansinya dengan pendidikan abad 21, koneksi antar materi, serta aksi nyata yang telah saya lakuka

2. Perasaan (Feeling)

Dua minggu sudah berlalu dalam mengikuti beberapa kegiatan Pendidikan Guru Penggerak, yang saya rasakan di awal mengikuti kegiatan pendidikan ini adalah perasaan Bangga karena bisa mengikuti kegiatan Calon Guru Penggerak dan diberi kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kompetensi diri dan diberi kesempatan untuk ikut berperan dalam perubahan pendidikan.selain itu juga ada rasa ragu tidak bisa mengikuti kegiatan dengan baik karena benturan kegiatan sekolah, terkadang muncul perasaan merasa minder karena melihat kecakapan teman-teman calon guru penggerak yang hampir mayoritas hebat-hebat. Namun saya punya semangat untuk belajar dan berkembang sehingga saya percaya diri dengan bekal keinginan yang kuat saya mampu untuk dapat menyelesaikan Program Guru Penggerak ini dengan baik.

Dalam kegiatan pendidikan ini banyak ilmu yang saya peroleh selama menjalani dua pekan mengikuti pendidikan guru penggerak ini, mulai dari bagaimana menjadi pendidik yang seharusnya, bagaimana pendidik harus menghamba pada anak, mendesain strategi dan metode pembelajaran dalam mewujudkan pemikiran KHD-“, mendidik anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman, dengan tetap menjaga sosio kultural budaya yang ada. Serangkaian kegiatan yang ada di dalam platform LMS menyadarkan saya bahwa apa yang saya miliki saat ini tentang pendidikan dan pengajaran jauh dari konsep dasar pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara. Kegiatan mempelajari modul secara mandiri melalui LMS merupakan upaya memandirikan diri dalam belajar. Dengan mempelajari modul ini saya berharap bisa menjadi pemimpin pendidikan dan penggerak menuju transformasi pendidikan yang sesuai dengan zaman dan berlandaskan jati diri bangsa. Menjadi seorang pendidik yang tergerak, bergerak dan menggerakkan.

Namun saat ini mulai perlahan saya berupaya menerapkan konsep dasar pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran di ruang kelas. Saya merasa berdosa jika saya tidak tulus mencintai anak didik dalam proses menuntun. Sesekali jika ada anak yang bermain-main dikelas tidak serta merta saya memarahi. Namun saya mengarahkannya untuk hal-hal yang positif, menyenangkan dan menunjang pembelajaran. Adapun ide yang muncul dalam benak saya adalah adalah menerapkan pembelajaran dengan media video ekspresi agar suasana pembelajaran tidak membosankan dan menyenangkan.

3. Pembelajaran (Findings)

Dari pembelajaran Modul 1.1 tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional – Ki Hajar Dewantara ini saya akan berusaha untuk memahami dan mengimplementasikan secara maksimal pemikiran pemikiran KHD sehingga saya bisa menerapkan secara sadar akan pentingnya peran seorang pendidik saya juga akan berupaya untuk menjadi pendidik yang berkualitas dengan selalu terbuka terhadap perubahan dan mengikuti perkembangan teknologi dan mengadaptasikannya sesuai dengan sosio kultural budaya. Saya akan berusaha menjadi guru yang dirindukan oleh murid-murid dengan pembelajaran yang menyenangkan dan berpihak pada Murid, saya akan belajar untuk menjadi pemimpin pembelajaran minimal untuk sekolah saya /teman sejawat saya akan mengeksplor kemampuan saya yang selama ini belum maksimal saya kembangkan dan terus berinovasi sehingga pembelajaran saya bisa berjalan dengan baik dan sesuai perkembangan teknologi. Yang tujuannya semata – mata untuk pendidikan yang memerdekakan anak dalam mengembangkan kompetensinya sesuai bakat dan minat yang dimiliki.

Ki Hajar Dewantara menekankan agar pendidikan selalu memperhatikan; a) Kodrat Alam, b) Kemerdekaan, c) Kemanusiaan, d) Kebudayaan, dan e) Kebangsaan.. Seperti Pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD-2009) tentang pendidikan dan pengajaran (“pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya” ini artinya pendidikan merupakan suatu usaha yang berfokus pada proses atau usaha pembentukan mental dan karakter suatu bangsa sesuai dengan lingkungannya.

Artinya setiap anak sudah memiliki bakat dan potensinya masing-masing. Selain itu, berdasarkan filosofis pendidikan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara, kita harus memandang anak sebagai individu yang unik. Setiap anak punya ciri belajarnya masing-masing, sehingga kita sebagai pendidik harus melaksanakan pembelajaran yang berdiferensiasi.

Wajib bagi pendidik melakukan asesmen diagnostik awal untuk mengetahui kebutuhan, profil, gaya belajar, metode belajar sesuai dengan kondisi anak, sehingga kita sebagai pendidik dapat merancang pembelajaran yang tepat serta sesuai dengan yang dibutuhkan anak yang lebih dikenal dengan istilah ‘berhamba pada anak’. Disisi lain, proses pendidikan dan pembelajaran harus menerapkan budi pekerti yang luhur atau akhlak mulia dengan cara mengintegrasikan setiap proses pembelajaran dengan pencapaian Profil Pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif.

4. Penerapan (Future)

Pembelajaran Modul 1.1 tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional – Ki Hajar Dewantara ini, memotivasi saya untuk berupaya melakukan hal-hal terbaik dalam proses pendidikan dan pengajaran agar tujuan pendidikan bisa tercapai seiring dan selaras dengan konsep dasar pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara. Seperti : Mengubah metode dan model pembelajaran di kelas yang dulu saya selalu memberi batasan-batasan dalam tugas, kini siswa bisa menyelesaikan tugas sesuai kreatifitasnya akan tetapi tetap sesuai dengan materi. Mengubah pandangan bahwa anak bukan seperti kertas putih kosong melainkan tabula rasa ( samar-samar sudah ada goresan dan tugas pendidik mempertebal lakunya) Mengubah cara pandang terhadap anak yang semula berorientasi pada nilai menjadi berorientasi pada proses. Merancang dan melakukan asesmen diagnostik awal untuk mengetahui profil anak. Merancang pembelajaran sesuai dengan hasil asesmen diagnostik awal yang telah dilakukan, Membuat kesepakatan di awal pembelajaran. Melaksanakan pembelajaran yang berinovasi dengan metode berkolaborasi, mandiri dan menyenangkan bagi peserta didik sehingga pendidikan berpusat pada peserta didik.




Share:

Recent Posts